Merangin - Dugaan keterlibatan aparatur desa dalam aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah Desa Rantau Jering, Kecamatan Lembah Masurai, Kabupaten Merangin terus berkembang. Informasi terbaru yang diterima, menyebutkan bahwa Kepala Desa Rantau Jering diduga menerima setoran dana dari pihak tambang melalui modus sumbangan ke masjid desa.
Pengakuan tersebut datang dari dua sumber warga setempat, salah satunya mantan perangkat desa, yang secara terpisah menyampaikan bahwa aliran dana tersebut berasal dari pihak penambang yang beroperasi menggunakan alat berat milik H. Asrul asal Batang Asai, Sarolangun.
“Iya, memang sempat ada bantuan uang yang katanya untuk masjid, tapi itu sebenarnya uang dari pihak alat. Warga juga tahu kalau itu dari penambang,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, Kamis (13/11/2025).
Warga lainnya, seorang mantan perangkat desa, menguatkan informasi tersebut. Ia menilai bahwa bantuan ke masjid hanyalah cara halus untuk menyalurkan uang ke pihak pemerintah desa, agar aktivitas tambang tidak diganggu. Kalau tidak ada izin, tapi alat masih kerja, pasti ada yang ‘mengaminkan’.
Sebelumnya, Kepala Desa Rantau Jering mengakui dalam wawancara telepon dengan wartawan bahwa dirinya pernah mendengar kabar ada sumbangan ke masjid dari pihak penambang.
Ia juga mengaku sempat meminta bantuan dana sebesar Rp 500 ribu kepada H. Asrul untuk kegiatan karang taruna, namun membantah adanya setoran rutin.
“Saya dengar laporan dia itu nyumbang ke masjid, itu yang saya dapat infonya,” kata Kades dalam wawancara sebelumnya.
“Kebetulan karang taruna mau main bola kaki, memang saya minta bantu duit Rp 500 ribu, dibantunya, itu yang pernah saya minta,” sambungnya.
Namun, keterangan dua warga yang diperoleh belakangan justru menimbulkan dugaan baru bahwa modus sumbangan tersebut dapat berkaitan langsung dengan aktivitas tambang ilegal yang berlangsung di wilayahnya.
Selain dugaan aliran dana, situasi di sekitar lokasi tambang Sungai Duo kini menjadi ramai dikunjungi. Menurut warga, kawasan tersebut kini kerap didatangi orang-orang yang penasaran melihat aktivitas tambang emas ilegal, seolah menjadikan kawasan tambang sebagai “tempat wisata dadakan.”
Fenomena ini menimbulkan keprihatinan masyarakat sekitar yang khawatir akan kerusakan lingkungan, tercemarnya sungai, serta lemahnya pengawasan aparat desa dan kepolisian.
Jika benar terjadi aliran dana dari pihak tambang kepada aparatur desa, meskipun diklaim sebagai sumbangan, hal itu tetap berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 12B tentang gratifikasi kepada penyelenggara negara.
Selain itu, pembiaran terhadap aktivitas tambang ilegal di wilayah administrasi desa dapat dianggap pelanggaran etik dan kewajiban jabatan kepala desa, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 29 huruf f, yang melarang kepala desa menyalahgunakan kewenangan atau membiarkan pelanggaran hukum di wilayahnya.
Sementara pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait laporan lisan dari Kepala Desa Rantau Jering yang disampaikan ke Polsek Lembah Masurai pada Rabu, 12 November 2025.
Hingga kini, alat berat milik H. Asrul masih dilaporkan berada di lokasi tambang.
Warga berharap aparat penegak hukum turun tangan secara tegas, mengingat aktivitas PETI di wilayah tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial yang lebih luas.
(Red)
.jpeg)
Posting Komentar