Mengalirkan Harapan dari Ujung Jarum ke Ujung Sumur: Ikhtiar LAZ Batam Menjawab Dahaga Teluk Waheng


 

BATAM, 30 Juli 2025 — Di Teluk Waheng, Punggur, air bersih bukan sekadar kebutuhan harian—ia adalah kemewahan yang hanya bisa dinikmati setelah perjuangan. Di kampung kecil yang dikelilingi perairan dan belantara itu, warga harus merogoh kocek setiap hari untuk membeli air tangki demi bisa memasak, mandi, bahkan berwudhu. Masjid pun menahan aktivitasnya, menunggu aliran air yang entah kapan datangnya. Namun, secercah harapan mulai menetes dari sebuah upaya sederhana namun berarti: pemeriksaan kesehatan gratis yang dirangkai dengan kampanye kemanusiaan membangun sumur bor.


Lembaga Amil Zakat (LAZ) Batam tidak datang hanya membawa alat tensi, strip kolesterol, dan tabung jarum kecil. Mereka datang membawa pesan besar: bahwa tubuh yang sehat harus bersanding dengan lingkungan yang layak, dan bahwa sedekah yang ikhlas bisa menjadi mata air yang tak kering oleh waktu.


Di bawah tenda sederhana, satu per satu warga duduk di bangku plastik, lengan mereka digulung untuk diukur tekanan darahnya, ujung jari mereka ditusuk lembut untuk mengukur kadar gula dan asam urat. Tapi lebih dari angka-angka medis, yang mengalir hari itu adalah rasa peduli. Sebuah ajakan lirih namun kuat menggema dari balik senyum para relawan: “Bantu saudara kita mendapatkan air bersih.”


Yeni Apriyani, relawan kesehatan yang menjadi ujung tombak kegiatan ini, menjelaskan bahwa pemeriksaan yang diberikan gratis bukan hanya untuk menyembuhkan tubuh, melainkan menyentuh hati. “Sedekah itu bukan tentang besar atau kecilnya. Tapi tentang keikhlasan. Kami hanya ingin mengingatkan, bahwa air yang sehat dimulai dari tubuh yang sehat, dan hidup yang berkah dimulai dari berbagi,” ungkap Yeni, sambil sesekali membantu lansia menaiki pos pemeriksaan.


Kegiatan ini, menurut Ketua LAZ Batam, Syarif, adalah bagian dari misi lembaga untuk menjembatani kebutuhan dasar masyarakat lewat pendekatan yang menyeluruh dan solutif. “Air dan kesehatan adalah dua kebutuhan mendasar yang sering disepelekan, padahal keduanya saling terikat. Kami ingin hadir di tengah-tengah masyarakat, bukan hanya sebagai penyalur bantuan, tapi juga penggerak empati,” ujarnya.


Lebih dari sekadar ajakan, kegiatan ini menjadi pengikat komunitas—menyatukan relawan, warga, tenaga kesehatan, dan para donatur dalam satu tujuan: menghadirkan sumber kehidupan yang selama ini absen di Teluk Waheng.


Darwis, Project Manager Sumur Bor LAZ Batam, menyampaikan bahwa kebutuhan air bersih di kawasan itu sudah mencapai titik kritis. “Kami survei langsung. Setiap hari, air tangki menjadi satu-satunya harapan. Bahkan wudhu pun harus dihemat. Masjid menjadi sunyi karena air tak cukup. Maka pembangunan sumur bor bukan kemewahan—ia adalah penyambung hidup,” tegasnya.


Harapan serupa datang dari mulut seorang tokoh kampung, Pak Ihat, yang juga merangkap sebagai takmir masjid. “Kalau sumur ini jadi, bukan cuma tubuh kami yang segar, tapi ibadah kami pun jadi khusyuk. Air adalah kehidupan, dan yang memberi air berarti menghidupkan banyak jiwa,” ucapnya, dengan mata berkaca-kaca.


Di tengah gempuran zaman yang sering kali membuat manusia saling berlomba-lomba mengejar kepentingan pribadi, langkah kecil LAZ Batam menjadi pengingat bahwa kemanusiaan masih punya tempat. Dari ujung jarum pemeriksaan, mengalir kepedulian. Dari kotak sedekah yang mungkin hanya berisi recehan, mengalir sumur kehidupan.


Dan di Teluk Waheng, setiap tetes air yang kelak memancar dari sumur bor itu akan bercerita: tentang tangan-tangan yang pernah memberi, tentang niat-niat baik yang pernah ditanam, dan tentang sedekah yang tak pernah berhenti mengalir.(Yanti)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama